BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Urine
adalah bagian penting dari pembuangan tubuh karena banyak zat yang beredar di
dalam tubuh. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang
diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di
dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang
keluar tubuh melalui uretra.
Urine bertugas
membuang limbah dari ginjal, terutama untuk membuang racun-racun atau zat-zat
yang dapat mengakibatkan sesuatu yang buruk bagi tubuh. Urine juga dapat
mengungkapkan secara tepat apa yang telah kita makan, berapa banyak kita minum
dan penyakit apa yang kita miliki. Ekresi urine diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa di dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh. Namun ada juga beberapa spesies yang menggunakan
urine sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urine disaring di dalam ginjal, di
bawa melalui ureter menuju kandung kemih, lalu dibuang keluar tubuh melalui
uretra. Urine dan permasalahan urine telah digunakan selama ratusan tahun oleh
para dokter untuk melihat persoalan kesehatan manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang , rumusan masalah yang dapat
kami angkat yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan
retensi urine?
2. Bagaimana patofisiologi
reteni urine?
3. Apa penyebab dari retensi
urine?
4. Bagaimana tanda dan
gejala retensi urine?
C.
Tujuan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan retensi urine
2. Untuk mengetahui bagaimana
patofisiologi dari retensi urine.
3. Untuk mengetahu penyebab dari
retensi urine.
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan
gejala dari retensi urine.
D.
Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami tentang retensi urine, inkontinensia urine,
poliuri, anuri, dan hematuri
sehingga mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan dalam
memahami tanda dan gejala masalah eliminasi sisa metabolisme serta mampu
menguraikan penyakit dengan benar.
Tidak hanya mampu memahami tetapi juga mampu menguraikan dan menerapkan
kemampuan dalam menguraikan tanda dan gejala sisa metabolisme saat memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien/klien.
BAB
II
TANDA
DAN GEJALA RETENSI URINE
A. PENGERTIAN RETENSI URINE
Retensi urin merupakan
penumpukan urin dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk
menggosokkan kandung kemih. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari
fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya
urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes
RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi
meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner &
Suddarth). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK
UNIBRAW).
Urine
terus berkumpul di kandung kemis, meregangkan dindingnya sehingga timbul
perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfibis pubis, gelisah, dan
terjadi diaphoresis (berkeringat). Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria
atau merupakan kedaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distesi, vesika
urinia sebanyak 3000-4000 ml urine.
Pada
kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan
mencegah aktivasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada
level tertentu. Refleks berkemih terjadi
dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi urine, kandung kemih
tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga tidak mampu untuk
mengosongkan diri.
Seiring
dengan berlanjutnya retesi urine, retensi tersebut dapat menyebabkan overflow retensi (akibat tekanan urine
yang tertahan dalam kandung kemih) atau urine sisa. Urine sisa adalah urine yang tertinggal dalam kandung kemih setelah
buang air kecil. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titik dimana sfiengter uretra eksterna
tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter untuk sementara terbuka sehingga
memungkinkan sejumlah kecil urine (25 sampai 60 ml) keluar. Tekanan kandung
kemih cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan
menutup. Seiring dengan overflow retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil
urine dua atau tiga kali sejam tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman
yang jelas. Perawat harus mengetahu volume urine dan frekuensi berkemih supaya
dapat mengkajji kondisi ini pada klien. Spasme kandung kemih dapat timbul
ketika klien berkemih.
B. PATOFISIOLOGI
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh
disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang
hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, faktor
obat dan faktor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan
lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi :
a.
Supra vesikal berupa kerusakan pusat
miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12 L1 menyebabkan kerusakan simpatis
dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan
otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot
spinkter internal,
b.
Vesikal berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor
atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra
sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi
abdomen.
c.
Faktor obat dapat mempengaruhi
proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun.
d.
Faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma
dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal,
spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.
Dari semua faktor di atas menyebabkan urine mengalir lambat
kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.
Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan
tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra. Pada
ibu yang selesai melakukan persalinan, retensi urine terjadi bila tekanan pada pleksus sakrum menyebabkan
terjadinya inhibisi implus. Kandung kemih penuh, tetapi tidak timbul keinginan
untuk berkemih. Hal ini disertai dengan distensi yang menghambat saraf reseptor
pada dinding kandung kemih. Tekanan dari bagian terendah janin terjadi pada
kandung kemih dan uretra, terutama pada daerah pertemuan keduanya. Tekanan ini
mencegah keluarnya urine, meskipun ada keinginan untuk berkemih. Kurangnya
privasi atau postur yang kurang baik juga mengakibatkan retensi urine.Kurang
kesadaran akan kebutuhan berkemih juga terjadi pada penggunaan anastesia
regional, seperti anestesia epidural, blok pundendal karena obat-obat tersebut
menimbulkan paralisis termporer pada saraf-saraf yang mempersarafi kandung
kemih (Veralls, 1993).
Ibu harus
dianjurkan untuk berkemih setiap 2 jam selama persalinan untuk meminimalkan
risiko retensi urine. Kandung kemih yang penuh akan memengaruhi proses
kelahiran dengan berbagai cara:
1.
Menghambat
penurunan bagian terendah janin, terutama bila berada di atas spina iskiadikus
(Gee & Glynn, 1997; Morrin, 1997)
2.
Menurunkan
efisiensi kontraksi uterus (Morrin, 1997; Verralls, 1993)
3.
Menimbulkan
nyeri yang tidak perlu (Verralls, 1993)
4.
Meneteskan
urine selama kontraksi yang kuat pada kala II (Verralls, 1993)
5.
Memperlambat
kelahiran plasenta (Gee dan Glynn, 1997)
6.
Mencetuskan
perdarahan pascapartum dengan menghambat kontraksi uterus (Verralls, 1993)
C.
TANDA
DAN GEJALA RETENSI URINE
Tanda-tanda
utama retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam
dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh
anestesi atau analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien
yang sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui
kapasitas normalnya. Pada retensi urine yang berat, kadnung kemih dapat menahan
2000 sampai 3000 ml urine. Retensi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma
bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek
samping obat dan asietas.
Tanda
klinis retensi:
a. Ketidak
nyamanan daerah pubis
b. Distensi
vesika urinia.
c. Ketidak
sanggupan untuk berkemih.
d. Sering
berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50ml)
e. Ketidak
seimbangan jumblah urin yang di keluarkan dengan asupannya.
f. Meningkatkan
keresahan dan keingginan berkemih
g. Adanya
urin sebanyak 3000-4000ml dalam kandung kemih.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa
terjadi akibat distensi kandung kemih yang berlebihan,, gangguan suplai
darahpada dinding kandu kemih dan proliferasi bakteri. Gangguan fungsi renal
juga dapat terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi saluran kemih.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Retensi urin merupakan penumpukan
urin dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk menggosokkan
kandung kemih. Tanda-tanda utama retensi urine akut
ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi
kandung kemih. Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh
disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang
hebat disertai mengejan. Adapun penyebab dari penyakit retensio urine antara
lain Supra vesikal, Vesikal, Intravesikal dan beberapa obat serta faktor lain
berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Tanda-tanda
utama retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam
dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh
anestesi atau analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien
yang sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui
kapasitas normalnya.
Kozier&Erb.
2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta.
Hlm 499
Pierce
A. Grace & Neil R. Borley.2006.At a
Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Erlangga.Hlm 60, 61
George
William. 2011. Dahsyatnya terapi Urine.
Berlian Media. Hlm 11, 23
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan
medikal bedah. Jakarta: EGC.
Doenges. M. E. (2000). Rencana asuhan
keperawatan. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar