Senin, 21 Maret 2016

KONSEP DASAR ASKEP ARDS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
ARDS merupakan suatu penyakit paru progresif yang menyebabkan terjadinya disfungsi parenkim paru ditandai dengan kondisi gagal nafas, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar di kedua belah paru yang terjadi secara tiba-tiba yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal.
Sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, kid, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616). Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1.        Apakah yang dimaksud dengan ARDS?
2.        Bagaimana epidemologi ARDS?
3.        Apakah etiologi dari ARDS?
4.        Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
5.        Apa sajakah klasifikasi dari ARDS?
6.        Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS?
7.        Bagaimanakah pemeriksaan fisik pada ARDS?
8.        Apa saja pemeriksaan diagnostik ARDS?
9.        Bagaimana prognosis dari ARDS?
10.    Bagaimana penatalaksanaan ARDS?
11.    Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS?

C.    Tujuan
1.      Tujuan umum
Menjelaskan tentang ARDS dan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.
2.      Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ARDS.
b.      Untuk mengetahui bagaimana epidemologi ARDS.
c.       Untuk mengetahui apakah etiologi dari ARDS.
d.      Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari ARDS.
e.       Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari ARDS.
f.       Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari ARDS.
g.      Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik pada ARDS.
h.      Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik ARDS.
i.        Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari ARDS.
j.        Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan ARDS.
k.      Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.

D.    Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang gangguan sistem respirasi ARDS dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada gangguan sistem respirasi ARDS



BAB II
PEMBAHASANAN


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.      DEFINISI
a.       Sindroma gawat napas dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progesif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.( Suzanne C. Smeltzer.2001)
b.      Sindrom distress pernapasan dewasa adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang dikarakteristikan oleh kejadian antesenden mayor, eksklusi kardiogenik menyebabkan edema paru, adanya takipnea dan hipoksia, infiltrate pucat pada foto dada.SPDP (juga disebut syok paru) akibat kerusakan/cedera paru dimana sebelumnya paru sehat. (Marilynn E Doenges,.1999)
c.       Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. (Arif muttaqin. 2008)

2.      EPIDEMOLOGI
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

3.      ETIOLOGI
     ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
a.       Kerusakan paru tidak langsung
1)      Infeksi berat dan luas (sepsis)
2)      Kelainan paru akibat kebakaran
3)      Tekanan darah yang sangat rendah (syok)
4)      Terhirupnya makanan ke dalam paru (aspirasi asam lambung)
5)      Tenggelam
6)      Kerusakan paru-paru karena menghirup oksigen konsentrasi tinggi inhalasi oksigen)
7)      Emboli paru
8)      Pankreatitis idiopatik
9)      Koagulasi intravascular tersebar/DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
b.      Obat-obatan
Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin
c.       Lain-lain
a.       Emboli lemak
b.      Emboli cairan amnion
c.       Rudapaksa paru
d.      Kelainan metabolik(uremia)
e.       Tranfusi masif
f.       Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary
g.      Eklampsia
d.      Infeksi (injuri langsung paru) seperti virus, bakteri, jamur dan TB paru.

4.      Patofisiologi
Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologi mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan interstisiil.
Membrane alveoli terdiri dari 2 tipe sel yaitu sel tipe I atau tipe A, sel penyokong yang tidak mempunyai mikrofili dan amat tipis. Sel tipe II atau tipe B berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrofili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I atau tipe II dengan membrane basal endothelium dan sel endothelium.
Bagain membrane kapiler alveoli yang tipis mempunyai ketebalan 0,15 µm. sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai zat terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95 % dari permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli kapiler. Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan interstisial, edema, dan perdarahan yang disertai dengan proliferasi sel tipe II yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru yang luas.
Sel endothelium mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60 Ã… sehingga terjadi perembesan cairan dan unsur-unsur lain darah ke dalam alveoli dan terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika kapasitas interstissial terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan atelektasis kongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivasi komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosis teraktifasi dan menempel serta merusak endothelium mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel endothelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen dan komplemen. (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang banyak menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya ARDS adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan dengan ARDS karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsy paru dari klien dengan ARDS menunjukkan adanya pengumpulan granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktifasi mampu melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase, dan oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease peru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat merusak endothelium arteri pulmonaris dan leukosit neutrofil yang teraktivasi akan memperbesar kerusakan tersebut. Histamine, serotonin, atau bradikinin dapat menyebabkan kontraksi sel endothelium dan mengakibatkan pelebaran porus interselular serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut dapat menghambat produksi surfaktan dan pospolipase A. selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat produksi dan aktivitas surfakatan sehingga menyebabkan mikroatelektasis dan sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya perlambatan aliran kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisis, toksin bakteri, dan lain-lain dapat merangasang timbulnya koagulasi intravaskuler tersebar (diseminatif intravascular coagulation-DIC)
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstisial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelaktasis kongesti yang luas. Terjadi penguranga volume paru, paru menjadi kaku dan komplians (compliance) paru menurun. Kapasitas residu fungsional (fungtional residual capacity/FRC) juga menurun. Hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi perfusi, hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps), dan kelainan difusi alveoli/kapiler akibat penebalan dinding alveoli kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli kapiler menimbulkan edema interstisial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.
Pathway

Kerusakan membrane kapiler alveoli
 


permeabilitas endothelium kapiler paru & epitel alveoli

Edema alveoli dan interstisiil.
 


Proliferasi sel tipe II
 


Aktivasi komplemen menghasilkan C5a
 


Kerusakan endotel
 


Protease menghancurkan struktur protein
 


Kapasitas residu fungsional menurun
 


Ketidakseimbangan ventilasi perfusi

Hipoksemia
ARDS
 
 




Menurunnya permukaan efek paru                                                     Pembentukan sputum berlebih
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
 
Alveolus mengalami konsolidasi & eksudasi
Gangguan Pertukaran Gas
 
 


                                                                                         
                                                                                          Sekret keluar saat batuk
                                                            
                                                            Kelemahan                  Batuk terus menerus
Defisit Perawatan Diri
 
                                                                                                   Distensi Abdomen
                                                                                                      Mual muntah
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
 
                                                                                            Intake Nutrisi berkurang



5.      Klasifikasi
a         Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema    interstisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe 1.
b        Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe ii , peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru ( statistic dan dinamik ), hipoksemia, penurunan fungsi  kapasitas residual, fibrosis interstisial dan peningkatan ruang rugi ventilasi

6.      Manifestasi Klinis

Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
1.      Distres pernafasan akut: takipnea (>60 x/menit), dispnea, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2.      Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
3.      Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
4.      Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
5.      Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop (YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1.            Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
2.            Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organlain).
3.            Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

7.      Pemeriksaan fisik
Penderita umumnya tampak sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi dari sedikit berubah sampai koma. Pada tipe hiperkapnik, penderita mengalami sakit kepala,kebingungan,mengantuk, tertidur sampai koma. Kadang-kadang didapatkan gangguan penglihatan terutama pada asidosis berat, juga dapat terjadi tremor. Pada tipe hipoksik tampak sianosi di bibir dan jari-jari.
Pada sistem pernapasan,biasanya didapatkan frekuensi napas menurun,normal atau meningkat,pernapasan mungkin sukar atau tenang,sehingga pola pernapasan perlu diamati dengan baik, misalnya napas cepat dan dangkal menandakan depresi pernapasan ,takipnea menunjukkan adanya hipoksemia. Pada sistem kardiovaskuler biasanya tekanan sedikit meningkat. Pada kasus berat didapatkan hipotensi, bradikardi yang bervariasi sampai aritmia.
Pada pemeriksaan fisik toraks dicari penyakit-penyakit yang kemungkinan mendasarinya. Adanya murmur, irama gallop,disertai dengan ronki menunjukkan adanya gagal jantung:bising mengi yang keras menunjukkan adanya asma berat,ronki basah disertai dengan demam ditemukan pada kasus infeksi pulmoner. Kalau ada tanda-tanda gangguan neurologis perlu dipikirkan kemungkinan terjadi stroke,miastenia gravis,atau sindrom guillain-barre.

8.      Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien ADRS yaitu:
a.       Pemeriksaan Laboratorium
1)      Pemeriksaan fungsi ventilasi
a)      Frekuensi pernafasan per menit
b)      Volume tidal
c)      Ventilasi semenit
d)     Kapasitas vital paksa
e)      Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f)       Daya inspirasi maksimum
g)      Rasio ruang mati/volume tidal
h)      PaCO2, mmHg
2)      Pemeriksaan status oksigen
3)      Pemeriksaan status asam-basa
4)      Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
5)      Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
6)      Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
7)      EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
8)      Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
Merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan secara pasti diagnosis gagal napas akut,dilakukan segera setelah penderita diterima. menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
(a)    Hipoksemia ( penurunan PaO2 )
(b)   Hipokapnia (penurunan PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
(c)    Hiperkapnia ( peningkatan PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
(d)   Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
(e)    Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
9)      Pemeriksaan Rontgent Dada :
Untuk mengetahu penyakit yang mendasarinya seperti danya gagal jantung, penyakit paru atau pleura seperti infeksi,pneumotoraks dapat dengan mudah dilihat. Adanya gambaran edema paru apalagi yang homogeny menyeluruh mengarah pada diagnosis ARDS.
(a)    Tahap awal: sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
(b)   Tahap lanjut: Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli

10)  Tes Fungsi paru :
(a)    Penurunan komplain paru dan volume paru
(b)   Pirau kanan-kiri meningkat


9.      Prognosis
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.

10.  Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Medis
Tujuan Terapi :
1)      Support pernapasan
2)      Mengobati penyebab jika mungkin
3)      Mencegah komplikasi.

Terapi :
1)      Intubasi untuk pemasangan ETT
2)      Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
3)      Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
4)      Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
a)      Inotropik agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
b)      Antibiotik untuk mengatasi infeksi
c)      Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru.
                                                                                    

B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ARDS
1.      Pengkajian Keperawatan
a.       Biodata   
Sesuai dengan namanya, maka penyakit ini lebih menyerang orang dewasa di banding anak anak, namun saat ini ditemukan bahwa seluruh usia dapat terkena ARDS. Tidak ditemukan perbedaan antara revalensi timbulnya pada laki laki dan perempuan.
b.      Riwayat kesehatan
1)      Keluhan utama dan penyakit sekarang
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai dengan napas pendek, takipnea, dan gejala yang berhungan dengan penyebab utamanya, misalnya syok.
2)      Riwayat kesehatan dahulu/factor resiko
a)      Syok (banyak sebab)
b)      Trauma (kontusio pulmonal, fraktur multiple, trauma kepala)
c)      Cidera system saraf yang serius. Cidera system saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor dan peningkatan (tekanan intracranial-PTIK) dapat menyebabkan tterangsangnya saraf simpatis, sehingga terjadi vasokonstriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume darah ke aliran pulmonal. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan cidera paru (lung injuri)
d)     Gangguan metabolic (pancreatitis, uremia)
e)      Emboli lemak dan cairan amnion
f)       Infeksi parudifus (bakteri, viral, fungal)
g)      Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO2, ozon)
h)      Aspirasi (sekresi gastric, tenggelam, keracunan hidrokarbon)
i)        Drug ingestion dan overdosis narkotik/non-narkotik (heroin, opioid, aspirin)
j)        Hemolystik disorder, seperti DIC, multiple blood transfusion dan kardio pulmonary bypass
k)      Major surgery
Respons imunologik terhadap antigen pejanmu (goodpasture syndrome, SLE)
c.       Pola aktifitas sehari-hari
Adanya penurunan kesadaran mengakibatkan terjadinya gangguan secara umumuntuk aktifitas sehari hari yang meliputi pemenuhan nutrisi, cairan dan elektrolit, aktifitas dan istirahat, serta perawatan diri.

d.      Pemeriksaan fisik
Hipoksemia timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sekunder terhadap timbulnya kompresi dan kolaps saluran napas kecil. Peningkatan kerja napas timbul sebagai akibat dari meningkatnya resistensi jalan udara, menurunya kapasitan fungsional residu (FRC), dan penurunan compliance paru sekunder terhadap atelektasis serta penekana pada saluran napas. Hipoksemia dan peningkatan kerja napas akan mengakibatkan kelemahan (fatigue) pada klien dan berkembang menjadi hipoventilasi alveolar.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan stadium akan di uraikan melalui penjelasan  berikut:
1)      Fase eksudatif (exudative phase)
Kelemahan, menurunya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, takipnea, dan alkalosis respiratori. Hasil inspeksi dada didpatkan penggunaan otot bantu pernapasan dan adanya peningkatan tekanan darah arteri.
2)      Fase fibroprolifelatif (fibroproliverative phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload ventrikel kiri. Suara nafas crackles/rales, agitasi yang berhubungan dengan hipoksia, hiperventilasi, hiperkardia, peningkatan kerja napas, asidosis laktat (berhubungan dengan metabolisme aerob), perubahan dalam perfusi (denyut jantung meningkat, penurunan tekanan darah, perubahan temperature dan warna kulit, penurunan capillery refill). Disfungsi pada organ seperti :
a)      Otak, terjadi perubahan kesadaran, agitasi dan halusinasi;
b)      Jantung, terjadi penurunan curah jantung, (cardiac output) yang mengakibatkan angina, CHF (gagal jantung kongestif), disritmia, dan miokard infark.
c)      Ginjal, terjadi penurunan produksi urin atau laju filtrasi glomerulus (LFG)
d)     Kulit, terdapat bintik bintik dan ditemukan adanya tanda iskemik.
e)      Hati, didapati adanya peningkatan SGOT, biliriubim, alkalin fosfat, dan penurunan albumin

e.       Pemeriksaan Penunjang
1)      Foto rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2)      ABGs :hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >50) menunjukkan terjadi pernapasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveola. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan nilai laktat darah, akibat metabolism anaerob.
3)      Tes fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan volume paru menurun, teruatama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area terjadinya fasokonstriksi dan mikroemboli timbul.
4)      Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.

2.      Diagnosis Keperawatan
a.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran kapiler alveoli.
b.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan sputum berlebih
c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi berkurang
d.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

3.      Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
No Dx
Rencana Perawatan
TTD
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil:
·         Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan.
·         TTV dalam rentang normal (Suhu: 36,5-37,5ºC, Nadi (60-80x/mnt, RR 12-20x/menit, TD 100/80-120/80  mmHg).
·         Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
·         Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
·          
·         Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian oksigen sesuai indikasi
·          
·         Lakukan pemberian terapi oksigen
·         Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
·         Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
·          
·         Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai


2
Setelah diberikan asuhan keperawatan …x 24 jam diharapkan  terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
·         klien tampak bersih dan segar
·         Klien dapat berpakaian sendiri
·         klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi
·         Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik, kelemahan.
·         Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.
·         Ajarkan klien dalam pemenuhan perawatan diri dan dalam kegiatan toileting sesuai toleransi





·         Dorong keluarga untuk ikut berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri klien dan dalam kegiatan toiletng

·         Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi

·         Sesuai dengan perkembangan penyakit klien akan kesulitan memenuhi kebutuhan perawatan diri


·         Dengan edukasi  klien dalam kegiatan mandi dan toileting  akan membantu memandirikan klien walaupun harus tetap memperhatikan batas kemampuan klien
·         Dengan partisipasi keluarga akan memandirikan kelurga dalam pemenuhan perawatan diri klien dank lien akan merasa lebih nyaman.


3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan masalah jalan nafas kembali efektif dengan kriteria hasil:
-          Menunjukkan jalan nafas yang paten (RR: 16-20x/menit dan tidak ada suara nafas abnormal (ronkhi atau rales, wheezing))
-          Tidak ada pernafasan cuping hidung
·         Kaji status pernafasan meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu nafas, warna kulit.



·         Berikan cairan sesuai kebutuhan.



·         Ajarkan teknik batuk efektif.



·         Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi dada
·         Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan otot dada tidak simetris sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada/cairan paru.

·         Cairan (khususnyayang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret
·         Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.
·         Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret. Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral menurunkan muntah karena batuk, pengeluaran sputum.



3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam masalah diharapkan intake nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
·         Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang
·         Masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang
·         BB dalam rentang normal.


·         Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, derajat penurunan berat badan, integritas mukos oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.

·         Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)

·         Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah pemeriksaan peroral


·         Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dan tidak makan makanan yang merangsang pembentukan HCl seperti terlalu panas, dingin, pedas

·         Kolaborasi untuk pemberian multivitamin




·     Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.



·     Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi

·         Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makaan, sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.

·         Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh



·         Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan laju metablisme umum.



4.      Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5.      Evaluasi Keperawatan
No
Hari/Tgl
Jam
No Dx
Evaluasi
TTd









1




2





3





4
·         S: Diharapkan pasien mengatakan lebih mudah untuk bernafas
·         O : Diharapkan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan
·         A : Masalah teratasi
·         P : Pertahankan kondisi klien

·         S: Diharapkan pasien mengatakan tidak mengalami susah dalam bernapas
·         O : Diharapkan pasien dapat mengeluarkan secret tanpa hambatan
·         A : Masalah teratasi
·         P : Pertahankan kondisi klien


·         S:  Diharapkan pasien  mengatakan nafsu makannya sudah kembali normal
·         O: Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi makanan yang terus meningkat (dari ¼ piring menjadi ½ piring)
·         A: Masalah teratasi sebagian
·         P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.


·         S:  Diharapkan pasien  mengatakan mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri
·         O: Diharapkan pasien tampak bersih dan segar, dapat berpakaian sendiri dan dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi
·         A: Masalah teratasi sebagian
·         P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

ARDS merupakan suatu penyakit paru progresif yang menyebabkan terjadinya disfungsi parenkim paru ditandai dengan kondisi gagal nafas, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar di kedua belah paru yang terjadi secara tiba-tiba yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal.  Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ards) selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru. Klasifikasi ards yaitu eksudatif dan fibroproliferatif. Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan. Penderita umumnya tampak sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi dari sedikit berubah sampai koma. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu > 50%.Konsep dasar asuhan keperawatan ARDS yaitu pengkahian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

B.     Saran

Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang gangguan sistem respirasi ARDS selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang gangguan sistem respirasi ARDS. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.