BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
ARDS merupakan suatu penyakit paru
progresif yang menyebabkan terjadinya disfungsi parenkim paru ditandai dengan
kondisi gagal nafas, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar di kedua belah paru
yang terjadi secara tiba-tiba yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru
yang mendasari sebelumnya yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal
atau non-pulmonal.
Sindrom
ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan
laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko
menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, kid,
tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan
metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat.
ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps
alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku
akibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616). Oleh karena itu,
penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat untuk mencegah
memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang
mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya
yaitu:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan ARDS?
2.
Bagaimana
epidemologi ARDS?
3.
Apakah
etiologi dari ARDS?
4.
Bagaimana
patofisiologi dari ARDS?
5.
Apa
sajakah klasifikasi dari ARDS?
6.
Bagaimana
manifestasi klinis dari ARDS?
7.
Bagaimanakah
pemeriksaan fisik pada ARDS?
8.
Apa
saja pemeriksaan diagnostik ARDS?
9.
Bagaimana
prognosis dari ARDS?
10. Bagaimana penatalaksanaan ARDS?
11. Bagaimana konsep dasar asuhan
keperawatan pada klien dengan ARDS?
C.
Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan tentang ARDS dan asuhan
keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan ARDS.
b. Untuk mengetahui bagaimana
epidemologi ARDS.
c. Untuk mengetahui apakah etiologi
dari ARDS.
d. Untuk mengetahui bagaimana
patofisiologi dari ARDS.
e. Untuk mengetahui apa saja
klasifikasi dari ARDS.
f. Untuk mengetahui bagaimana
manifestasi klinis dari ARDS.
g. Untuk mengetahui bagaimana
pemeriksaan fisik pada ARDS.
h. Untuk mengetahui apa saja
pemeriksaan diagnostik ARDS.
i.
Untuk
mengetahui bagaimana prognosis dari ARDS.
j.
Untuk
mengetahui bagaimana penatalaksanaan ARDS.
k. Untuk mengetahui bagaimana konsep
dasar asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.
D.
Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga
makalah ini bisa membantu mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang gangguan
sistem respirasi ARDS dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang
bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada gangguan sistem respirasi ARDS
BAB
II
PEMBAHASANAN
A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
DEFINISI
a. Sindroma
gawat napas dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik adalah
sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progesif kandungan oksigen arteri
yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.( Suzanne C. Smeltzer.2001)
b. Sindrom
distress pernapasan dewasa adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang
dikarakteristikan oleh kejadian antesenden mayor, eksklusi kardiogenik
menyebabkan edema paru, adanya takipnea dan hipoksia, infiltrate pucat pada
foto dada.SPDP (juga disebut syok paru) akibat kerusakan/cedera paru dimana
sebelumnya paru sehat. (Marilynn E Doenges,.1999)
c. Adult
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal napas mendadak
yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.
(Arif muttaqin. 2008)
2.
EPIDEMOLOGI
ARDS
(juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru
sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap
tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor
resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor,
KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan
metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan
akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan
ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita
yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, denganatau
tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi
ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut
di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan setelah
ventilator dilepas.
3.
ETIOLOGI
ARDS berkembang sebagai
akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara
langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
a.
Kerusakan paru tidak langsung
1) Infeksi
berat dan luas (sepsis)
2)
Kelainan paru akibat kebakaran
3)
Tekanan
darah yang sangat rendah (syok)
4)
Terhirupnya
makanan ke dalam paru (aspirasi asam lambung)
5)
Tenggelam
6)
Kerusakan
paru-paru karena menghirup oksigen konsentrasi tinggi inhalasi oksigen)
7)
Emboli paru
8)
Pankreatitis
idiopatik
9)
Koagulasi intravascular tersebar/DIC
(Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
b.
Obat-obatan
Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen
atau aspirin
c.
Lain-lain
a.
Emboli
lemak
b.
Emboli
cairan amnion
c.
Rudapaksa
paru
d.
Kelainan
metabolik(uremia)
e.
Tranfusi masif
f.
Riwayat
pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary
g.
Eklampsia
d.
Infeksi (injuri langsung paru) seperti
virus, bakteri, jamur dan TB paru.
4.
Patofisiologi
Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu
berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu
edema paru yang berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya
terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari
segi histologi mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler alveoli,
selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan
epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan interstisiil.
Membrane alveoli terdiri dari 2 tipe sel yaitu sel
tipe I atau tipe A, sel penyokong yang tidak mempunyai mikrofili dan amat
tipis. Sel tipe II atau tipe B berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrofili
dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh
darah disusun dari sel tipe I atau tipe II dengan membrane basal endothelium
dan sel endothelium.
Bagain membrane kapiler alveoli yang tipis mempunyai
ketebalan 0,15 µm. sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang
ditimbulkan oleh berbagai zat terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang
menyusun 95 % dari permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat
pemisah alveoli kapiler. Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi
peradangan interstisial, edema, dan perdarahan yang disertai dengan proliferasi
sel tipe II yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau
membentuk fibrosis paru yang luas.
Sel endothelium mempunyai celah yang dapat menjadi
lebih besar daripada 60 Ã… sehingga terjadi perembesan cairan dan unsur-unsur
lain darah ke dalam alveoli dan terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul
di interstisium dan jika kapasitas interstissial terlampaui, alveoli mulai
terisi menyebabkan atelektasis kongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner
(shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan
aktivasi komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutnya
aktivasi komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosis
teraktifasi dan menempel serta merusak endothelium mikrovaskular paru, sehingga
mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit
neutrofil merusak sel endothelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan
struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis
protein plasma dalam sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen dan
komplemen. (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang banyak menyokong peranan
granulosit dalam proses timbulnya ARDS adalah fakta adanya granulositopenia
yang berat pada binatang percobaan dengan ARDS karena terkumpulnya granulosit
dalam paru.
Biopsy paru dari klien dengan ARDS menunjukkan
adanya pengumpulan granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit
yang teraktifasi mampu melepaskan enzim proteolitik seperti elastase,
kolagenase, dan oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease
peru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan
intoksikasi oksigen dapat merusak endothelium arteri pulmonaris dan leukosit
neutrofil yang teraktivasi akan memperbesar kerusakan tersebut. Histamine,
serotonin, atau bradikinin dapat menyebabkan kontraksi sel endothelium dan
mengakibatkan pelebaran porus interselular serta peningkatan permeabilitas
kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut dapat
menghambat produksi surfaktan dan pospolipase A. selain itu, cairan edema
terutama fibrinogen akan menghambat produksi dan aktivitas surfakatan sehingga
menyebabkan mikroatelektasis dan sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya
perlambatan aliran kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis,
hemolisis, toksin bakteri, dan lain-lain dapat merangasang timbulnya koagulasi
intravaskuler tersebar (diseminatif intravascular coagulation-DIC)
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan
menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstisial dan alveoli, menyebabkan
edema paru dan atelaktasis kongesti yang luas. Terjadi penguranga volume paru,
paru menjadi kaku dan komplians (compliance) paru menurun. Kapasitas residu
fungsional (fungtional residual capacity/FRC) juga menurun. Hipoksemia berat
merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan
ventilasi perfusi, hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli
yang kolaps), dan kelainan difusi alveoli/kapiler akibat penebalan dinding
alveoli kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli kapiler
menimbulkan edema interstisial dan alveolar serta atelektasis alveolar,
sehingga jumlah udara sisa pada paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas
residu fungsional (FRC) menurun.
Pathway
Kerusakan
membrane kapiler alveoli
permeabilitas
endothelium kapiler paru & epitel alveoli
Edema
alveoli dan interstisiil.
Proliferasi
sel tipe II
Aktivasi
komplemen menghasilkan C5a
Kerusakan
endotel
Protease menghancurkan struktur protein
Kapasitas
residu fungsional menurun
Ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
Hipoksemia
|
Menurunnya
permukaan efek paru Pembentukan sputum berlebih
|
Alveolus
mengalami konsolidasi & eksudasi
|
Sekret
keluar saat batuk
Kelemahan Batuk
terus menerus
|
Distensi
Abdomen
Mual
muntah
|
Intake
Nutrisi berkurang
5.
Klasifikasi
a
Eksudatif
Ditandai
dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstisial atau alveolar, penekanan pada
bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe 1.
b
Fibroproliferatif
Ditandai
dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe ii , peningkatan tekanan puncak
inspirasi, penurunan compliance paru ( statistic dan dinamik ), hipoksemia,
penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstisial dan
peningkatan ruang rugi ventilasi
6.
Manifestasi Klinis
Ciri khas
ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan.
Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi
menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa
sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama pada kasus ARDS
adalah:
1. Distres pernafasan akut: takipnea
(>60 x/menit), dispnea, pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi
lebih dari beberapa jam sampai seharian.
3. Auskultasi paru: ronkhi basah,
krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
4. Perubahan sensorium yang berkisar
dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
5. Auskultasi jantung: bunyi jantung
normal tanpa murmur atau gallop (YasminAsih Hal 128).
Sindroma
gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainandasarnya.
Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan
yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit
terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami
kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena sindroma ini dapat menyebabkan
komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi atau beberapa
hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan
oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti gagal
ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian.
Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena
penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia
bakterial dalam perjalanan penyakitnya. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1.
Cemas,
merasa ajalnya hampir tiba.
2.
Tekanan
darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan
organlain).
7.
Pemeriksaan fisik
Penderita umumnya tampak sangat gelisah
dan sesak. Kesadaran bervariasi dari sedikit berubah sampai koma. Pada tipe
hiperkapnik, penderita mengalami sakit kepala,kebingungan,mengantuk, tertidur
sampai koma. Kadang-kadang didapatkan gangguan penglihatan terutama pada
asidosis berat, juga dapat terjadi tremor. Pada tipe hipoksik tampak sianosi di
bibir dan jari-jari.
Pada sistem pernapasan,biasanya
didapatkan frekuensi napas menurun,normal atau meningkat,pernapasan mungkin
sukar atau tenang,sehingga pola pernapasan perlu diamati dengan baik, misalnya
napas cepat dan dangkal menandakan depresi pernapasan ,takipnea menunjukkan
adanya hipoksemia. Pada sistem kardiovaskuler biasanya tekanan sedikit meningkat.
Pada kasus berat didapatkan hipotensi, bradikardi yang bervariasi sampai
aritmia.
Pada pemeriksaan fisik toraks dicari
penyakit-penyakit yang kemungkinan mendasarinya. Adanya murmur, irama
gallop,disertai dengan ronki menunjukkan adanya gagal jantung:bising mengi yang
keras menunjukkan adanya asma berat,ronki basah disertai dengan demam ditemukan
pada kasus infeksi pulmoner. Kalau ada tanda-tanda gangguan neurologis perlu
dipikirkan kemungkinan terjadi stroke,miastenia gravis,atau sindrom
guillain-barre.
8.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien
ADRS yaitu:
a. Pemeriksaan
Laboratorium
1) Pemeriksaan
fungsi ventilasi
a)
Frekuensi pernafasan per menit
b)
Volume tidal
c)
Ventilasi semenit
d)
Kapasitas vital paksa
e)
Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f)
Daya inspirasi maksimum
g)
Rasio ruang mati/volume tidal
h)
PaCO2, mmHg
2) Pemeriksaan
status oksigen
3) Pemeriksaan
status asam-basa
4)
Oksimetri
nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
5)
Pemantauan
CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
6)
Hitung
darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
7)
EKG,
mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
8)
Pemeriksaan
hasil Analisa Gas Darah :
Merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan secara
pasti diagnosis gagal napas akut,dilakukan segera setelah penderita diterima.
menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien
normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH <
7,35.
(a)
Hipoksemia ( penurunan PaO2 )
(b)
Hipokapnia (penurunan PCO2 ) pada
tahap awal karena hiperventilasi
(c)
Hiperkapnia ( peningkatan PCO2 )
menunjukkan gagal ventilasi
(d)
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45
) pada tahap dini
(e)
Asidosis respiratori / metabolik
terjadi pada tahap lanjut
9)
Pemeriksaan Rontgent Dada :
Untuk mengetahu penyakit yang
mendasarinya seperti danya gagal jantung, penyakit paru atau pleura seperti
infeksi,pneumotoraks dapat dengan mudah dilihat. Adanya gambaran edema paru
apalagi yang homogeny menyeluruh mengarah pada diagnosis ARDS.
(a)
Tahap awal: sedikit normal,
infiltrasi pada perihilir paru
(b)
Tahap lanjut: Interstisial bilateral
difus pada paru, infiltrate di alveoli
10) Tes Fungsi paru
:
(a)
Penurunan komplain paru dan volume paru
(b)
Pirau kanan-kiri meningkat
9.
Prognosis
Walaupun banyak penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik
ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu >
50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya
dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat pulih kembali
dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan
Terapi :
1) Support pernapasan
2) Mengobati penyebab jika mungkin
3) Mencegah komplikasi.
Terapi :
1) Intubasi untuk pemasangan ETT
2) Pemasangan Ventilator mekanik
(Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2
darah.
3) Sedasi untuk mengurangi kecemasan
dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
4) Pengobatan tergantung klien dan
proses penyakitnya :
a) Inotropik agent (Dopamine) untuk
meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
b) Antibiotik untuk mengatasi infeksi
c) Kortikosteroid dosis besar
(kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas
membran paru.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ARDS
1.
Pengkajian Keperawatan
a.
Biodata
Sesuai dengan namanya, maka penyakit ini lebih
menyerang orang dewasa di banding anak anak, namun saat ini ditemukan bahwa
seluruh usia dapat terkena ARDS. Tidak ditemukan perbedaan antara revalensi
timbulnya pada laki laki dan perempuan.
b.
Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama dan penyakit sekarang
ARDS dapat
terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai dengan napas pendek,
takipnea, dan gejala yang berhungan dengan penyebab utamanya, misalnya syok.
2) Riwayat kesehatan dahulu/factor
resiko
a) Syok (banyak sebab)
b) Trauma (kontusio pulmonal, fraktur
multiple, trauma kepala)
c) Cidera system saraf yang serius. Cidera
system saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor dan peningkatan (tekanan
intracranial-PTIK) dapat menyebabkan tterangsangnya saraf simpatis, sehingga
terjadi vasokonstriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume darah
ke aliran pulmonal. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
kemudian akan menyebabkan cidera paru (lung injuri)
d) Gangguan metabolic (pancreatitis,
uremia)
e) Emboli lemak dan cairan amnion
f) Infeksi parudifus (bakteri, viral,
fungal)
g) Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen
konsentrasi tinggi, gas klorin, NO2, ozon)
h) Aspirasi (sekresi gastric,
tenggelam, keracunan hidrokarbon)
i)
Drug
ingestion dan overdosis narkotik/non-narkotik (heroin, opioid, aspirin)
j)
Hemolystik
disorder, seperti DIC, multiple blood transfusion dan kardio pulmonary bypass
k) Major surgery
Respons
imunologik terhadap antigen pejanmu (goodpasture syndrome, SLE)
c.
Pola aktifitas sehari-hari
Adanya penurunan kesadaran mengakibatkan terjadinya
gangguan secara umumuntuk aktifitas sehari hari yang meliputi pemenuhan
nutrisi, cairan dan elektrolit, aktifitas dan istirahat, serta perawatan diri.
d.
Pemeriksaan fisik
Hipoksemia timbul sebagai akibat dari
ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sekunder terhadap timbulnya kompresi
dan kolaps saluran napas kecil. Peningkatan kerja napas timbul sebagai akibat
dari meningkatnya resistensi jalan udara, menurunya kapasitan fungsional residu
(FRC), dan penurunan compliance paru sekunder terhadap atelektasis serta
penekana pada saluran napas. Hipoksemia dan peningkatan kerja napas akan
mengakibatkan kelemahan (fatigue) pada klien dan berkembang menjadi
hipoventilasi alveolar.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan
stadium akan di uraikan melalui penjelasan
berikut:
1) Fase eksudatif (exudative phase)
Kelemahan, menurunya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
takipnea, dan alkalosis respiratori. Hasil inspeksi dada didpatkan penggunaan
otot bantu pernapasan dan adanya peningkatan tekanan darah arteri.
2) Fase fibroprolifelatif
(fibroproliverative phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload
ventrikel kiri. Suara nafas crackles/rales, agitasi yang berhubungan dengan
hipoksia, hiperventilasi, hiperkardia, peningkatan kerja napas, asidosis laktat
(berhubungan dengan metabolisme aerob), perubahan dalam perfusi (denyut jantung
meningkat, penurunan tekanan darah, perubahan temperature dan warna kulit,
penurunan capillery refill). Disfungsi pada organ seperti :
a) Otak, terjadi perubahan kesadaran,
agitasi dan halusinasi;
b) Jantung, terjadi penurunan curah
jantung, (cardiac output) yang mengakibatkan angina, CHF (gagal jantung
kongestif), disritmia, dan miokard infark.
c) Ginjal, terjadi penurunan produksi
urin atau laju filtrasi glomerulus (LFG)
d) Kulit, terdapat bintik bintik dan
ditemukan adanya tanda iskemik.
e) Hati, didapati adanya peningkatan
SGOT, biliriubim, alkalin fosfat, dan penurunan albumin
e.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Foto
rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat
juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran interstisial secara
bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh
lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2)
ABGs
:hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi
terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi),
hiperkapnea (PaCO2 >50) menunjukkan terjadi pernapasan. Alkalosis
respiratori (pH>7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat
juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead space
dan penurunan ventilasi alveola. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium
lanjut yang berhubungan dengan nilai laktat darah, akibat metabolism anaerob.
3)
Tes
fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan volume paru
menurun, teruatama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area
terjadinya fasokonstriksi dan mikroemboli timbul.
4)
Asam
laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan kerusakan membran kapiler alveoli.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan pembentukan sputum berlebih
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi berkurang
d. Defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelemahan
3. Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
|
No
Dx
|
Rencana
Perawatan
|
TTD
|
||
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama
….x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil:
·
Klien menunjukkan tidak ada
gejala distress pernapasan.
·
TTV dalam rentang normal (Suhu:
36,5-37,5ºC, Nadi (60-80x/mnt,
RR 12-20x/menit, TD 100/80-120/80 mmHg).
|
·
Kaji
status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
·
Berikan
istirahat yang cukup dan nyaman
·
·
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian
oksigen sesuai indikasi
·
·
Lakukan pemberian terapi oksigen
|
·
Takipneu
adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
·
Menyimpan
tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
·
·
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai
|
|
|
|
2
|
Setelah diberikan
asuhan keperawatan …x 24 jam diharapkan terdapat perilaku
peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
·
klien tampak bersih dan segar
·
Klien dapat berpakaian sendiri
·
klien
dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi
|
·
Identifikasi
kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik, kelemahan.
·
Rencanakan tindakan untuk defisit motorik
seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri
mengambilnya.
·
Ajarkan klien dalam pemenuhan
perawatan diri dan dalam kegiatan toileting sesuai toleransi
·
Dorong keluarga untuk ikut berpartisipasi untuk
kegiatan mandi dan kebersihan diri klien dan dalam kegiatan toiletng
|
·
Memahami
penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi
·
Sesuai
dengan perkembangan penyakit klien akan kesulitan memenuhi kebutuhan
perawatan diri
·
Dengan
edukasi klien dalam kegiatan mandi dan
toileting akan membantu memandirikan
klien walaupun harus tetap memperhatikan batas kemampuan klien
·
Dengan
partisipasi keluarga akan memandirikan kelurga dalam pemenuhan perawatan diri
klien dank lien akan merasa lebih nyaman.
|
|
|
3
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan masalah jalan nafas
kembali efektif dengan kriteria hasil:
-
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (RR: 16-20x/menit dan tidak ada suara nafas abnormal (ronkhi atau
rales, wheezing))
-
Tidak ada pernafasan cuping
hidung
|
·
Kaji
status pernafasan meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu nafas,
warna kulit.
·
Berikan
cairan sesuai kebutuhan.
·
Ajarkan
teknik batuk efektif.
·
Kolaborasi
dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi dada
|
·
Takipnea, pernafasan dangkal, dan
gerakan otot dada tidak simetris sering terjadi karena ketidak nyamanan
gerakan dinding dada/cairan paru.
·
Cairan (khususnyayang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan secret
·
Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.
·
Memudahkan pengenceran dan
pembuangan secret. Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral menurunkan
muntah karena batuk, pengeluaran sputum.
|
|
|
3
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam masalah diharapkan intake nutrisi pasien terpenuhi
dengan kriteria hasil:
·
Klien mengatakan mual dan anoreksia
berkuarang / hilang
·
Masukan makanan adekuat
dan kelemahan hilang
·
BB dalam rentang normal.
|
·
Kaji status nutrisi
klien, turgor kulit, derajat penurunan berat badan, integritas mukos oral,
kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
·
Fasilitasi klien untuk
memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
·
Lakukan dan ajarkan
perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah
pemeriksaan peroral
·
Anjurkan makan dengan
porsi sedikit tetapi sering dan tidak makan makanan yang merangsang
pembentukan HCl seperti terlalu panas, dingin, pedas
·
Kolaborasi untuk
pemberian multivitamin
|
· Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
· Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki intake gizi
·
Menurunkan rasa tidak
enak karena sisa makaan, sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem
pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.
·
Membantu mengurangi
produksi asam lambnung/HCl akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh
·
Multivitamin bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan laju metablisme umum.
|
|
4.
Implementasi Keperawatan
Implementasi
keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan
komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang
diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan
sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
No
|
Hari/Tgl
Jam
|
No Dx
|
Evaluasi
|
TTd
|
|
1
2
3
4
|
·
S:
Diharapkan pasien mengatakan lebih mudah untuk bernafas
·
O
: Diharapkan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan
·
A
: Masalah teratasi
·
P
: Pertahankan kondisi klien
·
S:
Diharapkan pasien mengatakan tidak mengalami susah dalam bernapas
·
O
: Diharapkan pasien dapat mengeluarkan secret tanpa hambatan
·
A
: Masalah teratasi
·
P
: Pertahankan kondisi klien
·
S:
Diharapkan pasien mengatakan
nafsu makannya sudah kembali normal
·
O: Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi
makanan yang terus meningkat (dari ¼ piring menjadi ½ piring)
·
A: Masalah teratasi sebagian
·
P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan
kondisi pasien.
·
S:
Diharapkan pasien mengatakan mampu
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri
·
O: Diharapkan pasien tampak bersih dan segar,
dapat berpakaian sendiri dan dapat
memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi
·
A: Masalah teratasi sebagian
·
P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan
kondisi pasien.
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ARDS
merupakan suatu penyakit paru progresif yang menyebabkan terjadinya disfungsi
parenkim paru ditandai dengan kondisi gagal nafas, hipoksemia dan infiltrat
yang menyebar di kedua belah paru yang terjadi secara tiba-tiba yang timbul
pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya yang telah
terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal. Sindrom
gagal napas pada klien dewasa (ards) selalu berhubungan dengan penambahan
cairan dalam paru. Klasifikasi ards yaitu eksudatif dan fibroproliferatif.
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia
yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan. Penderita
umumnya tampak sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi dari sedikit
berubah sampai koma. Walaupun banyak penelitian
telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan
teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu
> 50%.Konsep dasar asuhan keperawatan ARDS yaitu pengkahian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
B. Saran
Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang gangguan sistem respirasi
ARDS selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat,
juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang gangguan sistem respirasi
ARDS. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.